Ada yang datang, lalu langsung bersembunyi di kolong lorong
Mungkin itu rindu yang pemalu
Dia mengkerut ciut di tempat barunya
Tapi lama-lama rindu itu melebur
Hancur
Terus melanjutkan persembunyiannya
Sesekali dia melongok, mencari celah untuk tampil ke permukaan
Namun ciut-ciut basah menghantam tubuhnya
Hingga sunyi. Seperti berhenti
Sembunyi. Sunyi. Sendiri.
Akan tetap menghuni dinding gulita ini
Sampai kamu menyadari
Ada aku, di sini
Yang tersisa dari kolaborasi yang pecah antara aku dan Venna Camelia.
© Mega Hadiyanti Khairunnisa 2010
Friday, February 26, 2010
Mimpi dan Kawan-kawan
Di pulau mimpi
Dreamland, Bali
mim·pi n 1 sesuatu yg terlihat atau dialami dl tidur; 2 ki angan-angan;
ber·mim·pi v 1 melihat (mengalami) sesuatu dl mimpi: 2 berkhayal; berangan yg bukan-bukan;
me·mim·pi·kan v 1 bermimpi akan sesuatu: ia - dirinya bisa terbang; 2 ki mencita-citakan (sesuatu yg susah atau tidak mungkin dicapai):
ter·mim·pi-mim·pi v 1 selalu tampak (terbayang) dl angan-angan; 2 bermimpi krn selalu teringat (terkenang) akan sesuatu: begitu terkenangnya ia kpd ibunya sampai ia -; mim·pi·an n 1 apa yg dialami dl mimpi; impian 2 ki cita-cita (keinginan) yg mustahil atau susah dicapai;
pe·mim·pi n 1 orang yg suka bermimpi meskipun tidak tidur; 2 ki orang yg suka mengkhayal
ber·mim·pi v 1 melihat (mengalami) sesuatu dl mimpi: 2 berkhayal; berangan yg bukan-bukan;
me·mim·pi·kan v 1 bermimpi akan sesuatu: ia - dirinya bisa terbang; 2 ki mencita-citakan (sesuatu yg susah atau tidak mungkin dicapai):
ter·mim·pi-mim·pi v 1 selalu tampak (terbayang) dl angan-angan; 2 bermimpi krn selalu teringat (terkenang) akan sesuatu: begitu terkenangnya ia kpd ibunya sampai ia -; mim·pi·an n 1 apa yg dialami dl mimpi; impian 2 ki cita-cita (keinginan) yg mustahil atau susah dicapai;
pe·mim·pi n 1 orang yg suka bermimpi meskipun tidak tidur; 2 ki orang yg suka mengkhayal
ima·ji·na·si n 1 daya pikir untuk membayangkan (dl angan-angan) atau menciptakan gambar (lukisan, karangan, dsb) kejadian berdasarkan kenyataan atau pengalaman seseorang; 2 khayalan
ilu·si 1 n sesuatu yg hanya dl angan-angan; khayalan; 2 n pengamatan yg tidak sesuai dng pengindraan; 3 a tidak dapat dipercaya; palsu
kha·yal n 1 lukisan (gambar) dl angan-angan; fantasi: 2 yg diangan-angankan spt benar-benar ada: cerita --; ber·kha·yal v 1 melihat sesuatu yg hanya ada dl angan-angan: 2 berbuat sesuatu spt benar-benar terjadi:
meng·kha·yal v menggambarkan (melukiskan) dl angan-angan; mengangan-angankan; mereka-reka:
meng·kha·yal·kan v mengkhayal;
kha·yal·an n 1 yg dikhayalkan; hasil angan-angan; fantasi; rekaan; 2 angan-angan: ia hidup dl dunia ~; peng·kha·yal n orang yg (biasa) mengkhayal;
peng·kha·yal·an n proses, cara, perbuatan mengkhayal
meng·kha·yal v menggambarkan (melukiskan) dl angan-angan; mengangan-angankan; mereka-reka:
meng·kha·yal·kan v mengkhayal;
kha·yal·an n 1 yg dikhayalkan; hasil angan-angan; fantasi; rekaan; 2 angan-angan: ia hidup dl dunia ~; peng·kha·yal n orang yg (biasa) mengkhayal;
peng·kha·yal·an n proses, cara, perbuatan mengkhayal
fan·ta·si n 1 gambar (bayangan) dl angan-angan; khayalan: cerita itu berdasarkan -- , bukan kejadian yg sebenarnya; 2 daya untuk menciptakan sesuatu dl angan-angan: pengarang harus kuat -- nya; 3 hiasan tiruan:
-- biologis bayangan secara biologi: krn -- biologis itu, keinginan untuk melakukan eksplorasi thd wilayah yg masih menyimpan misteri ilmu pengetahuan tsb makin meningkat;
ber·fan·ta·si v berangan-angan; berkhayal: anak-anak hendaknya dilatih agar pandai ~ dng memberi mereka buku-buku bacaan yg dapat menunjang pengembangan daya khayal mereka; mem·fan·ta·si·kan v mengangan-angankan; mengkhayalkan
-- biologis bayangan secara biologi: krn -- biologis itu, keinginan untuk melakukan eksplorasi thd wilayah yg masih menyimpan misteri ilmu pengetahuan tsb makin meningkat;
ber·fan·ta·si v berangan-angan; berkhayal: anak-anak hendaknya dilatih agar pandai ~ dng memberi mereka buku-buku bacaan yg dapat menunjang pengembangan daya khayal mereka; mem·fan·ta·si·kan v mengangan-angankan; mengkhayalkan
1angan n 1 pikiran; ingatan; 2 maksud; niat;
-- lalu paham bertumbuk, pb menurut pikiran (dugaan dsb) mungkin untuk dikerjakan, tetapi sukar pelaksanaannya (msl kekurangan alat atau syarat);
angan-angan n 1 pikiran; ingatan: 2 cita-cita: 3 maksud; niat: 4 gambaran dl ingatan; harapan sendiri dl ingatan; khayal: 5 proses berpikir yg dipengaruhi oleh harapan-harapan thd kenyataan yg logis;
~ menerawang langit, pb mencita-citakan segala sesuatu yg tinggi-tinggi; ~ mengikat tubuh, pb bersusah hati krn memikirkan yg bukan-bukan;
ber·a·ngan-a·ngan v 1 mempunyai angan-angan (cita-cita, ingatan): boleh ~ asal jangan terlampau tinggi; 2 mengangan; mengangan-angan; 3 berniat; bermaksud: tiada ia ~ hendak membalas dendam;
meng·a·ngan v berpikir-pikir; termenung-menung memikirkan sesuatu:
meng·a·ngan-a·ngan v berpikir untuk membayangkan sesuatu;
meng·a·ngan·kan v memikirkan; melukiskan dl ingatan; mengenang-ngenangkan; mencita-citakan; mengingini:
meng·a·ngan-a·ngan·kan v terpikir; terniat
-- lalu paham bertumbuk, pb menurut pikiran (dugaan dsb) mungkin untuk dikerjakan, tetapi sukar pelaksanaannya (msl kekurangan alat atau syarat);
angan-angan n 1 pikiran; ingatan: 2 cita-cita: 3 maksud; niat: 4 gambaran dl ingatan; harapan sendiri dl ingatan; khayal: 5 proses berpikir yg dipengaruhi oleh harapan-harapan thd kenyataan yg logis;
~ menerawang langit, pb mencita-citakan segala sesuatu yg tinggi-tinggi; ~ mengikat tubuh, pb bersusah hati krn memikirkan yg bukan-bukan;
ber·a·ngan-a·ngan v 1 mempunyai angan-angan (cita-cita, ingatan): boleh ~ asal jangan terlampau tinggi; 2 mengangan; mengangan-angan; 3 berniat; bermaksud: tiada ia ~ hendak membalas dendam;
meng·a·ngan v berpikir-pikir; termenung-menung memikirkan sesuatu:
meng·a·ngan-a·ngan v berpikir untuk membayangkan sesuatu;
meng·a·ngan·kan v memikirkan; melukiskan dl ingatan; mengenang-ngenangkan; mencita-citakan; mengingini:
meng·a·ngan-a·ngan·kan v terpikir; terniat
© Mega Hadiyanti Khairunnisa 2010
Thursday, February 25, 2010
K
Bisu meminta bunyi untuk pulang
Membiarkan angin membantu memanggilnya
Aku di sini dalam hamparan kesepian, tak ada genggaman
Menanti dalam kilauan yg tak kunjung datang
Atau tak akan pernah datang?
Yang ada hanya perasingan dan pertanyaan
Menunggu tuan. hanya menunggu tuan
Aku mencari kawan, tapi sepertinya tak lagi, mereka sudah bertuan
Mematahkan bising berbalik hening
Apa jadinya kawan, bila menunggu sudah menyaru dari rindu
Berseteru dengan pilu
Merampas tawa menjawab luka
Berikan aku setapak jalan penuh bahagia
Tak akan kusiakan dalam bisikan
janji akan ku kolaborasikan dengan gerakan
penuh alur perasaan
Janji akan kubagikan dalam seberkas kedamaian
Tanpa terbesit sedikitpun kecelakaan
Mungkin kita tak bisa berkomunikasi layaknya jalur kereta api
Yang menyambung atas rel-rel yang memadu hubung
Ah, itu bukanlah sesal
Akan kubawa ini pulang
Akan kugiring hingga seiring
Waktulah pergi. Waktulah pulang
1.24
kolaborasi
Mega Dan Patricia KS
© Mega Hadiyanti Khairunnisa 2010
Membiarkan angin membantu memanggilnya
Aku di sini dalam hamparan kesepian, tak ada genggaman
Menanti dalam kilauan yg tak kunjung datang
Atau tak akan pernah datang?
Yang ada hanya perasingan dan pertanyaan
Menunggu tuan. hanya menunggu tuan
Aku mencari kawan, tapi sepertinya tak lagi, mereka sudah bertuan
Mematahkan bising berbalik hening
Apa jadinya kawan, bila menunggu sudah menyaru dari rindu
Berseteru dengan pilu
Merampas tawa menjawab luka
Berikan aku setapak jalan penuh bahagia
Tak akan kusiakan dalam bisikan
janji akan ku kolaborasikan dengan gerakan
penuh alur perasaan
Janji akan kubagikan dalam seberkas kedamaian
Tanpa terbesit sedikitpun kecelakaan
Mungkin kita tak bisa berkomunikasi layaknya jalur kereta api
Yang menyambung atas rel-rel yang memadu hubung
Ah, itu bukanlah sesal
Akan kubawa ini pulang
Akan kugiring hingga seiring
Waktulah pergi. Waktulah pulang
1.24
kolaborasi
Mega Dan Patricia KS
© Mega Hadiyanti Khairunnisa 2010
Hanyalah Pesona
25 Februari 2010
Pada almenak
Menyenderkan kepala kepada tembok, aku.
Masih mengamati. Meng.a.mat-a.mati sesuatu yang memacu dinding imaji untuk terus berputar dan memutarbalikkan hal yang itu-itu saja. Yang betah bergerak memusing. Entah dimana porosnya ingin ku hentikan, namun tidak bisa. Tidak pernah bisa.
Sesuatu itu terendam dalam alirannya sendiri.
Rapat satu sama lain. Renggang dengan henti yang betah mengambang.
Lelah meringkukkan diri dalam ruang yang sama. Seperti bersembunyi di kamarnya, tapi juga seperti dijebloskan dalam penjara tak bermaksud.
Inilah memang yang tecipta tanpa harus digubris.
Didiamkan saja selalu pintar menggubris. Tidak perlu ditinggalkan, biarkan saja semaunya. Persetan jika memang pergi dan mendatangkan diri semaunya. Jika itu maunya waktu buat apa dipotong oleh batas.
Mungkin ini prag.ma.tis.me
Hah,
Terpotong-potong pengertian dan pemikiran yang berulang-ulang. Satu cerita yang berkepanjangan. Haruskah yang tak bernama ini dilahirkan dan diberi hak untuk diberi nama?
Ini bukan tentang seseorang yang satu merayahi seseoarang lainnya.
Mungkin hanya sesuatu yang tidak diketahui jelasnya. Sehingga menjadi sesuatu yang tabu bagi diri sendiri.
Logika merayang, merayap hingga keujung pusat. Diusik rindu yang tak pernh bermuara tepat. Kasian, kadang.
Kepentingan terdepan sekarang, tidak menyalahgunakan keadaan untuk saling menyerang.
Hanyalah perasaan.
Hanyalah ketidaktahuan.
Hanyalah keterpisahan.
Hanyalah kita yang pura-pura tidak mengerti, yang menjadikan isi dari semua ini seperti kosong.
Hanyalah pesona yang menyaru menjadi derita.
© Mega Hadiyanti Khairunnisa 2010
Pada almenak
Menyenderkan kepala kepada tembok, aku.
Masih mengamati. Meng.a.mat-a.mati sesuatu yang memacu dinding imaji untuk terus berputar dan memutarbalikkan hal yang itu-itu saja. Yang betah bergerak memusing. Entah dimana porosnya ingin ku hentikan, namun tidak bisa. Tidak pernah bisa.
Sesuatu itu terendam dalam alirannya sendiri.
Rapat satu sama lain. Renggang dengan henti yang betah mengambang.
Lelah meringkukkan diri dalam ruang yang sama. Seperti bersembunyi di kamarnya, tapi juga seperti dijebloskan dalam penjara tak bermaksud.
Inilah memang yang tecipta tanpa harus digubris.
Didiamkan saja selalu pintar menggubris. Tidak perlu ditinggalkan, biarkan saja semaunya. Persetan jika memang pergi dan mendatangkan diri semaunya. Jika itu maunya waktu buat apa dipotong oleh batas.
Mungkin ini prag.ma.tis.me
Hah,
Terpotong-potong pengertian dan pemikiran yang berulang-ulang. Satu cerita yang berkepanjangan. Haruskah yang tak bernama ini dilahirkan dan diberi hak untuk diberi nama?
Ini bukan tentang seseorang yang satu merayahi seseoarang lainnya.
Mungkin hanya sesuatu yang tidak diketahui jelasnya. Sehingga menjadi sesuatu yang tabu bagi diri sendiri.
Logika merayang, merayap hingga keujung pusat. Diusik rindu yang tak pernh bermuara tepat. Kasian, kadang.
Kepentingan terdepan sekarang, tidak menyalahgunakan keadaan untuk saling menyerang.
Hanyalah perasaan.
Hanyalah ketidaktahuan.
Hanyalah keterpisahan.
Hanyalah kita yang pura-pura tidak mengerti, yang menjadikan isi dari semua ini seperti kosong.
Hanyalah pesona yang menyaru menjadi derita.
© Mega Hadiyanti Khairunnisa 2010
Friday, February 12, 2010
Ambang Di Antara Lelah
setengah di antara kisah. setengah (masih) di antara nol.
11 di 110210
Di belakang kamu
Di ruang tanpa batas
Dalam sama yang kikuk dengan sesuatu yang memang selalu samar.
Itu!
Yang tak pernah ada
Beberapa penjelas
Atau bahkan entah dimana letak sadarnya
Yang ada hanyalah sekarang
Aku, kamu,
Di antara suara-suara yang beraksi sesuai dengan peran dan alurnya
Tidak meng-aku
Tidak meng-kamu
Saat aku memang harus berlaku seolah-olah mengerti
Dibeberapa simpang pikiran sendiri
Di suatu kemudian yang ternyata ada seseorang yang membayang. Dia. Dipikirku
Dan mungkin, seseorang yang lain yang lebih tepat dari aku, sedang berputar dalam pikirmu
Ada dua yang lain
Bukan kita di antara kita
Meloncat pada mereka di antara kita.
Namun,
Mengapa kita yang ada di sini?
Bukan aku dan dia
Atau kamu dan mimpimu...
Aku seperti nakal, berpadu terus menerus di dalam putaranmu
Seolah tidak tahu apa-apa
Semoga ini bukan hinaan dari diri sendiri
Atau sok-sok penghargaan atas pertanggung jawaban dari rindu yang tak bermuara
Kini,
Aku menyerah untuk terus menghayati nyatamu
Sampai kita saling mengucapkan selamat malam
Lalu tidur saling berpelukan
Tidak dekat namun erat.
Dihari ke 92 semenjak tanggal kembar di bulan 11, yang lalu
Dimana mataku bertemu langsung matamu
Dimana tanganku bertemu langsung dengan tanganmu
Dimana aku, mulai menjadi asing oleh sesuatu yang sampai sekarang tidak tahu
Kita, di antara nol
Yang entah mengapa DIA memberikan ini kepada kita
.....
sekarang,
14:12
Jumat dalam 12022010
Selalu begini
Pasti begini setelah aku bertemu kamu dalam realita
Tapi entahlah ada sesuatu yang aku tahu dan hanya sesuatu yang jauh di sana yang mengerti,
DIA
Penghuni di pikiran aku . penghuni disegala ruangku . bukan manusia . Tuhan , ya , Tuhan yang entah sedang dimana .
Sudah kubilang dan kutanya
kira-kira Dia ada dimana?
kamu bilang ada di atas langit
Di atas senja
Aku bilang di atas aurora (dalam hati)
Entahlah yang pasti Dia ada diantara kita. Saksi kebingungan aku. Mungkin juga kamu
Aku heran
Aku tidak mau terus tersesat dalam jalur di atas garis ambang ini
Sementara dan kamu berpegangan. Sementara itu pikiran aku dan kamu membaur
Aku menunggu hasil pikirmu, yang akan aku kolaborasikan dengan hasil pikirku
Jangan mengelak. Ini juga harus dinomorsatukan, jagoan
Aku bosan dengan ini. Melelahkan walau ada kalanya kita disenangkan
Biarkan kita berbuat sesuatu yang memungkinkan akan menenangkan. Mungkin
......
"Di depan sana ada sebuah lorong yang melingkar ke atas dengan
cahaya di ujungnya."
cahaya di ujungnya."
...........
"Ini Hermitage mimpi-mimpi.
Lalu kita terlontar ke sebuah masa yang membuat gentar. Tahun-tahun telah
membungkam mulut dan menebar bau yang baru. Kita selamanya asing."
Lalu kita terlontar ke sebuah masa yang membuat gentar. Tahun-tahun telah
membungkam mulut dan menebar bau yang baru. Kita selamanya asing."
...........
”Dari koridor ini aku telah berjalan hingga ke kakilangit dan tak pernah tahu untuk
apa kita di sini. Apakah ini kesalahan – atau cuma sebuah mimpi. Tapi aku pernah
terjaga dan melihat seorang malaikat membutakan mataku.”
apa kita di sini. Apakah ini kesalahan – atau cuma sebuah mimpi. Tapi aku pernah
terjaga dan melihat seorang malaikat membutakan mataku.”
...........
"Tiga puluh enam langkah. Tiga puluh lima langkah. Tak lama lagi kita tak lagi di sini.
Mungkin kita bahkan tak perlu ada.
Tak pernah ada."
Mungkin kita bahkan tak perlu ada.
Tak pernah ada."
...........
"Mari tinggal sejenak menghitung detak. Dan mengulang satu ketika di mana
keindahan berdesakan di atas sana. Ada yang hendak kau katakan."
keindahan berdesakan di atas sana. Ada yang hendak kau katakan."
...........
"Dan tubuhku – kadang ada, kadang tidak."
..........
"Kita takkan tahu.
Segala sesuatu
di balik punggung
Ruang ini hanya ilusi dari apa yang pernah lewat,
lembar-lembar buku sketsa kosong yang menyusun cerita
dan mendistorsi waktu.
Mari berhenti sejenak, tuan,
Untuk keindahan yang terukir
di biru keramik
dan tatah emas di selusin Cina.
Istana Musim Salju ini tahu
yang terbaik.
Tapi santap malam belum mulai
dan kita harus menanti
lagi-lagi
di satu sudut gelap
dengan lukisan
surga
bintang-bintang
dan daun-daun kering.
Apakah kau dengar suaranya?
Tentu, tak perlu risau.
Tak ada yang akan tertinggal
Setiap orang akan bisa
bercerita tentang masa depan
Tapi gagal mengingat
yang telah lewat.
”Bolehkah aku bermimpi sebentar?”
Segala sesuatu
di balik punggung
Ruang ini hanya ilusi dari apa yang pernah lewat,
lembar-lembar buku sketsa kosong yang menyusun cerita
dan mendistorsi waktu.
Mari berhenti sejenak, tuan,
Untuk keindahan yang terukir
di biru keramik
dan tatah emas di selusin Cina.
Istana Musim Salju ini tahu
yang terbaik.
Tapi santap malam belum mulai
dan kita harus menanti
lagi-lagi
di satu sudut gelap
dengan lukisan
surga
bintang-bintang
dan daun-daun kering.
Apakah kau dengar suaranya?
Tentu, tak perlu risau.
Tak ada yang akan tertinggal
Setiap orang akan bisa
bercerita tentang masa depan
Tapi gagal mengingat
yang telah lewat.
”Bolehkah aku bermimpi sebentar?”
...........
"Dan setelah lagu, setelah lagu
hanya ada gerakan seragam
yang tertatih dan lesu
Kamukah itu, tuan?
Yang melompat dan menari?
Aku telah kehilangan engkau
di koridor-koridor di mana sebuah garis mendatar
Lalu hanya ada lautan manusia yang mendebur pergi
– selalu pergi"
hanya ada gerakan seragam
yang tertatih dan lesu
Kamukah itu, tuan?
Yang melompat dan menari?
Aku telah kehilangan engkau
di koridor-koridor di mana sebuah garis mendatar
Lalu hanya ada lautan manusia yang mendebur pergi
– selalu pergi"
,,,,,,,,,,,
( beberapa kutipan dari sajak-sajak Avianti Armand, Koran Kompas
Minggu, 3 Januari 2010 | 04:33 WIB)
Minggu, 3 Januari 2010 | 04:33 WIB)
-,- dan aku menyepi di kala kau menepi, lagi. Egga -
© Mega Hadiyanti Khairunnisa 2010
Monday, February 8, 2010
Dua Untuk Di (antara) Nol
( © Idham Rahmanarto. 2010 )
Dan seketika malaikat melayangkan sayapnya
Semua debu dan deru terhempas
Meratakan setiap emosi. dan nafsu
Semua debu dan deru terhempas
Meratakan setiap emosi. dan nafsu
..
Aku dan tangan pendosa. Melayangkan segala angan di atas awan hitam penghujan.
...
Negeri para peri.. Imajinasi?
..
Angin menerpa simbol melalui deru yang terhempas sayap, yang tiba-tiba membutakan arah untuk dia baca..
Semua unsur membuta
Semua unsur menuli
Yang satu ini kikuk
Sayapnya datang di antara ambang
Sayapnya datang di antara ambang
Terkadang diam
Terkadang berisik
Dua keadaan ini mencekik.
Terkadang berisik
Dua keadaan ini mencekik.
...
Untaian lagu yang menari detik demi detik
Menghempaskah lara
Diantara mereka
Kita. Yang terdiam
Diantara mereka
Kita. Yang terdiam
Terhentak dalam sunyi
Mempertanyakan semua sunyi. Dan berpura pura
'bolehkah saya memulai jujur?' keruh nya dalam hati
'bolehkah saya?' dalam kepura-puraan
Tidak ada satupun nada. Atau gerak yang terlihat dari keduanya
Tidak ada kepastian
..
Bunyi. Tertawa. Dia Terasa malas bertindak di antara dua
Dua manusia yang mematung
Dua manusia. Dan satu monolog
Satu sisanya mengentahkan diri
Merenungi apa yang terjadi .
Di antara ketidaktahuan dan keingintahuan
...
Nol di antara pengasingan
Berada di imaji antah berantah
Di antara. Nol.
..
Nol yang tidak menyertakan kosong
___________________________
Kolaborasi tulis, nyata
11: 27 pm
Idham Rahmanarto yang memulai
Mega Hadiyanti Khairunnisa ikut memainkan
Hingga, nol yang tak kosong tertuliskan
© Mega Hadiyanti Khairunnisa 2010
© Mega Hadiyanti Khairunnisa 2010
Ah, Kamu
Tiba-tiba
Mengganggu ketenangan
Menghentak
Kenapa selalu datang di antara dangkal?
Bertanya, boleh?
...
Ah kamu..
senin, 23.05
© Mega Hadiyanti Khairunnisa 2010
Mengganggu ketenangan
Menghentak
Kenapa selalu datang di antara dangkal?
Bertanya, boleh?
...
Ah kamu..
senin, 23.05
© Mega Hadiyanti Khairunnisa 2010
Subscribe to:
Posts (Atom)